Tulisan (Wartawan) Yang Menggerakkan

  • Share
Pemerhati pendidikan, dan penggagas Sekolah Ilmuwan Minangkabau, Ikhsyat Syukur

Oleh: Ikhsyat Syukur*

Sepanjang pekan lalu, penulis menerima sejumlah tulisan para wartawan yang sedang mengikuti program Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch IV. Kegiatan terebut diselenggarakan oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) yang dimotori Nurcholis MA Basyari dan sejumlah wartawan senior. Tulisan tersebut bersumber dari pembekalan yang penulis berikan dengan topik  “Peran Strategis dan Tugas Mulia Wartawan untuk Turut Serta Memajukan Masyarakat dan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Melalui Karya Jurnalistik Berkualitas” sepekan sebelumnya.

Tulisan 15 peserta FJP Batch IV itu bervariasi mulai dari yang secara jeli mengangkat hal penting sebagai angle berita, hingga yang hanya menyadur secara utuh materi pembekalan layaknya suatu karya terjemahan. Kesimpulan sementara, para wartawan harus lebih banyak membaca dan rajin menulis.

Sesi pemaparan materi Ikshyat Syukur dalam Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Angkatan ke-4. Kegiatan FJP diselenggarakan oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan bekerja sama dengan PT Paragon Technology and Innovation, Rabu (18/05/2022).

Perbedaan sudut pandang dan kualitas tulisan seorang wartawan merupakan refleksi dari wawasan, penguasaan terhadap materi, pengalaman (jam terbang), hingga kemampuan menulis yang (seharusnya) di atas rerata penulis umumnya. Terlebih kegiatan tulis menulis adalah hal yang rutin dalam keseharian seorang wartawan.

Meskipun, dalam kenyataan menunjukkan bahwa rutinitas menulis dapat membuat para wartawan terjebak dalam kepraktisan yang berujung pada kualitas tulisan yang cenderung stagnan. Dibutuhkan semangat yang tinggi dalam menjaga kreativitas dan kemauan untuk terus belajar dan menjadi lebih baik.

BACA JUGA:   Fahriadi, 16 Tahun Setia Mengabdi Jadi Guru Honorer dan Kontrak

Wartawan Harus Cerdas

Seorang wartawan yang baik sejatinya harus cerdas bahkan melampaui narasumbernya. Dengan kecerdasannya tersebut, sang wartawan akan menyampaikan pertanyaan yang berbobot pada saat wawancara atau jumpa pers guna mendapatkan pendalaman isu/info. Dia pun akan mampu mengolah setiap rilis yang diterima menjadi sumber tulisan yang berkualitas dan menarik. Bukan sekadar copy-paste, menelan mentah-mentah tanpa mengolah, memverifikasi, dan/atau mengklarifikasi agar tidak salah kutip atau mengutip keterangan yang salah.

Kecerdasan yang di atas rerata itu harus dimiliki oleh para wartawan. Dan ini bukanlah hal yang sulit mengingat setiap hari para wartawan akan terasah kecerdasannya melalui temuan terhadap info baru yang harus divalidasi untuk menjaga kesahihan tulisan. Kedisiplinan untuk mengecek ulang kebenaran setiap informasi inilah yang secara tanpa sengaja akan melatih kecerdasan para wartawan.

Tidaklah keliru jika dikatakan wartawan adalah pekerja intelektual. Karena, secara inheren dalam menjalani profesinya, wartawan terjun langsung di kampus kehidupan nyata. Dan dengan disiplin verifikasi, konfirmasi, dan klarifikasi yang berlandaskan iktikad baik, wartawan dapat mendudukkan suatu fenomena atau problematika yang ada dalam tulisan karya jurnalistik yang bernas, cerdas, dan mencerahkan.

Ikshyat Syukur (kiri atas), Mentor Moh. Nasir (kanan atas), dan Direktur Pelaksana Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan, Nurcholis MA Basyari (bawah) saat sesi materi kegiatan Fellowship Jurnalisme Pendidikan-Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan Batch IV, Rabu (18/05/2022)

Olah Kreativitas sebagai Kuncinya

Sebagaimana sebutannya maka tugas utama profesi ini adalah mewarta. Menyampaikan berita dari berbagai sumber dan temuan kepada para pembaca, pendengar, dan/atau pemirsa. Dan berita yang disampaikan harus steril dari opini pribadi sang wartawan. Namun para wartawan harus tetap membandingkan setiap berita yang diperoleh dari satu narasumber dengan sumber berita atau pusat informasi lainnya.

BACA JUGA:   Mendongkrak Minat Baca di Negeri Sang Bumi Ruwai Jurai

Hasil perbandingan itulah yang kelak dijadikan rangkuman untuk kemudian disajikan dalam bentuk berita yang komprehensif. Kedisiplinan untuk senantiasa melakukan pembandingan (analisis)  ini akan menjadi salah satu penyebab meningkatnya kecerdasan para wartawan. Olah kreativitas menjadi kata kunci dalam meningkatnya kecerdasan.

Selanjutnya sebuah tulisan atau liputan jurnalistik yang baik dan berkualitas harus mampu membuat para pembaca tercerahkan. Pencerahan bukan hanya dengan kebenaran informasi semata, melainkan juga mampu menggugah para pembaca untuk mencari tahu keberlanjutan isi berita secara mandiri. Gugahan inilah yang pada gilirannya akan mampu menggerakkan para pembaca untuk berfikir, bersikap, dan berbuat lebih baik dalam segala hal.

BACA JUGA:   Kampus UPN "Veteran" Yogyakarta Gelar GCFoW 2021

Ruh Tulisan yang Menggerakkan

Tulisan yang menggerakkan ini hanya muncul dari para wartawan yang berhasil menampilkan muatan (ruh) dalam setiap tulisannya. Muatan ini dapat dimulai dari pilihan kata yang tepat untuk dinarasikan dalam setiap liputan. Selanjutnya tulisan yang menggerakkan harus memiliki ide yang mampu dirangkum oleh wartawan dari setiap narasumber dan rilis yang diterima. Pemilihan kata dan narasi serta pemuatan ide merupakan hasil dari proses olah tulis (tulis menulis yang berkelanjutan) dari wartawan yang memiliki motivasi untuk menghasilkan karya jurnalistik berkualitas.

Akhirnya, hendaklah terus diingat bahwa wartawan memiliki peran strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Ini terbukti dengan sejumlah Founding Fathers  yang berlatar belakang profesi wartawan. Namun, perlu dicatat bahwa hanya para wartawan cerdas yang mampu mencerdaskan dan menggerakkan para pembaca, pendengar, pemirsa, dan/atau pengakses yang bernama Bangsa Indonesia. Semoga.

*Penulis ialah pemerhati pendidikan, penggagas Sekolah Ilmuwan Minangkabau, yang tinggal di Surabaya, Jawa Timur.

  • Share