Perlindungan Data Pribadi di Era Kecerdasan Buatan dan Media Sosial

  • Share

Oleh Mikyal Rahmadani Assalavi, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta – Pesatnya perkembangan teknologi informasi mengubah cara manusia berinteraksi dan berkomunikasi. Media sosial dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kini menjadi kekuatan utama pembentuk peradaban digital. Namun, di balik kemudahan berbagi dan otomatisasi, muncul persoalan serius mengenai keamanan dan privasi data pribadi yang menuntut perhatian dari aspek hukum dan etika.

Konsep dan Urgensi Perlindungan Data Pribadi

Data pribadi mencakup setiap informasi yang dapat mengidentifikasi seseorang, seperti nama, alamat, nomor identitas, foto, rekaman suara, hingga data biometrik. Melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), negara menegaskan bahwa setiap pengumpulan dan pemrosesan data harus memiliki tujuan jelas, aman, dan berdasarkan persetujuan sah dari pemilik data.

Perlindungan ini merupakan perwujudan hak konstitusional sebagaimana Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 tentang hak atas rasa aman dan perlindungan diri pribadi.

Tantangan Perlindungan Data di Era AI dan Media Sosial

Budaya oversharing di media sosial membuat masyarakat kerap membagikan informasi pribadi tanpa mempertimbangkan risikonya. Padahal, unggahan sederhana dapat digunakan untuk kepentingan komersial maupun tindak kejahatan. Teknologi AI memperkuat kerentanan ini dengan kemampuannya menganalisis perilaku pengguna dan memengaruhi keputusan melalui algoritma prediktif.

Pelanggaran privasi seperti menyebarkan wajah dan suara seseorang tanpa persetujuan, tentu melanggar Pasal 26 ayat (1) UU ITE dan UU PDP, yang mewajibkan persetujuan eksplisit sebelum data tersebarkan.

Adanya fenomena deepfake juga menjadi tantangan baru. Rekayasa digital ini mampu memanipulasi wajah atau suara seseorang, menciptakan video palsu, yang berpotensi mencemarkan nama baik atau untuk pemerasan. Proses pembuktian yang memerlukan keahlian forensik siber dan analisis teknologi mendalam, membuat penegakan hukum dalam kasus ini terbilang lebih sulit.

Kasus kebocoran data di berbagai lembaga publik dan swasta juga menunjukkan lemahnya sistem keamanan digital. Meski UU PDP mewajibkan pengendali data menjaga kerahasiaan dan melaporkan insiden, banyak institusi belum memiliki infrastruktur yang memadai. Hal ini menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap pengelolaan data digital di Indonesia.

Aspek Hukum dan Penegakannya

UU PDP memberikan hak bagi setiap individu untuk mengakses, memperbaiki, menghapus data pribadi, serta menarik kembali persetujuan penggunaannya. Namun, penegakan hukum menghadapi kendala, seperti minimnya pemahaman aparat terhadap aspek teknis data digital, kesulitan melacak pelaku lintas negara, dan rendahnya kesadaran masyarakat akan hak privasi.

Di tingkat global, General Data Protection Regulation (GDPR) Uni Eropa menempatkan privasi sebagai hak fundamental warga negara dan mewajibkan transparansi penuh dalam pengumpulan serta pengolahan data. Prinsip ini dapat menjadi acuan bagi Indonesia untuk memperkuat tata kelola dan etika digital.

Upaya dan Solusi ke Depan

Perlindungan data pribadi tidak cukup bergantung pada undang-undang. Perlu ekosistem digital yang beretika dan berkesadaran tinggi terhadap privasi. Perlu serangkaian langkah konkret untuk mewujudkan tata kelola data yang aman dan beretika. Peningkatan literasi digital menjadi kunci masyarakat untuk memahami nilai privasi dan lebih bijak dalam membagikan informasi pribadi. Penegakan hukum tentu harus konsisten, termasuk percepatan pembentukan otoritas pengawas data pribadi yang independen sebagaimana amanat UU PDP.

Kolaborasi antara pemerintah, perusahaan teknologi, akademisi, dan masyarakat sipil juga perlu penguatan guna memastikan standar keamanan serta etika pengelolaan data terpenuhi. Pengembangan kecerdasan buatan juga harus berlandaskan prinsip AI yang etis, teknologi yang transparan, menghormati hak individu, dan tidak mengeksploitasi data pengguna.

Perlindungan data pribadi di era kecerdasan buatan dan media sosial merupakan tanggung jawab bersama antara negara, pelaku industri, dan masyarakat. Tanggung jawab ini bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga bagian dari membangun peradaban digital yang adil dan menghormati martabat manusia. Di tengah laju teknologi yang kian cepat, kesadaran moral dan budaya privasi menjadi kunci terwujudnya ruang siber yang aman dan bermartabat.

  • Share