Lampung – Membaca adalah pintu gerbang bagi siapa pun untuk menambah ilmu pengetahuan. Melalui penguasaan ilmu pengetahuan yang dicapai melalui aktivitas membaca, kondisi kehidupan pribadi, keluarga, kelompok, dan masyarakat niscaya dapat berubah menjadi lebih baik.
Ironisnya, tingkat literasi dan minat baca masyarakat Indonesia tergolong sangat rendah. Itu menurut hasil survei terakhir yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA), yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD),.
Dalam paparan hasil survei 2019 itu, disebut bahwa minat baca masyarakat Indonedia menempati ranking ke-62, dari 70 negara alias berada pada ranking 10 negara terbawah.
Rendah dan menurunnya minat baca masyarakat dari tahun-ketahun juga terjadi di Provinsi Lampung. Menurut Ketua Komunitas Minat Baca Indonesia (KMBI) Provinsi Lampung, Gunawan Handoko, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi minat baca masyarakat, khususnya para pelajar di zaman now.
Faktor-faktor itu di antaranya ialah kurikulum pendidikan yang monoton dalam mewajibkan siswa membeli buku sebagai bahan belajar. Sementara itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca kian memudar.
“Ini kaitannya dengan kurikulum di kita juga. Murid tidak dituntut untuk membeli buku tertentu, misalkan siapa pengarangnya dan apa judulnya,” ungkap Gunawan saat diwawancarai, beberapa waktu lalu.
Masalah serupa, menurut Gunawan, juga terjadi sampai di Perguruan Tinggi (PT). “Jadi mahasiswa sudah tidak terbiasa mencari bahan bacaan. Mereka ke perpustakaan ketika ada tugas yang dibutuhkan saja,” ucapnya.
Masalah lain yang membuat minat baca kian menurun, yakni kemajuan teknologi informasi, seperti media sosial (medsos) yang mengalihkan perhatian kaum muda atau milenial dari buku atau bahan bacaan lain yang berkualitas.
“Era digitalisasi ini kan otomatis membuat minat anak membaca dalam wujud buku sudah sangat berkurang,” cetusnya.
Gunawan melihat munculnya fenomena dan kecenderungan baru saat ini, ketika masyarakat termasuk para pelajar yang ingin serba simpel, serba praktis.
“Sedangkan dalam kegiatan membaca, selain dituntut waktu, seseorang juga harus mencermati, mendalami, dan memahami. Berbeda dengan aktivitas digital yang serba langsung. Apa pun yang kita lihat langsung menjawab semua,” paparnya.
Untuk kembali menumbuhkan minat baca, masih menurut Gunawan, banyak hal yang harus dibenahi. Masyarakat harus sadar bahwa buku merupakan jendela dunia. Dengan gemar membaca, secara tidak langsung masyarakat akan menambah wawasan.
Untuk itu, diperlukan upaya maksimal dari pemerintah, pusat maupun daerah dalam meningkatkan minat baca di tengah masyarakat, baik perkotaan maupun pedesaan.
“Solusinya, yang pasti kurikulum pendidikan memang harus diubah. Artinya, kepada siswa itu perlu diberi kebebasan untuk mencari bahan bacaan sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.”
Terkait peran Pemerintah, Gunawan mendorong perlunya komitmen yang jelas dalam mendukung minat baca. “Contoh kecil di Lampung saja, visi-misi seluruh kepala daerah terkait bidang pendidikan, baru sebatas menyerempet isu kesehatan.”
Itu pun, tambah Gunawan, dalam praktiknya komitmen pemerintah setempat betul-betul harus dikawal.
“Lampung, tidak usah seperti Yogyakarta yang kota pelajar. Paling tidak ada upaya bagaimana Lampung mempunyai gedung perpustakaan yang representatif, karana perpustakaan sekarang tidak banyak. Perpustakaan juga jangan menampilkan rak buku-buku semata, tapi harus ada yang menarik pengunjung datang,” sarannya.
Meski demikian, Gunawan bersyukur, di Lampung masih ada kelompok-kelompok mapun perorangan yang mau berjuang dalam meningkatkan minat baca di masyarakat.
“Ada Ade Utami, anggota DPRD Lampung, itu luar biasa orangnya. Dia menyulap mobilnya jadi perpustakaan. Jadi perpustakaan keliling, kalau ada anak-anak di-mampiri, diajak membaca, dikasih buku gratis,” tuturnya.
Gunawan juga memuji kinerja Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus dalam meningkatkan minat baca masyarakat melalui program pembentukan perpustakaan di desa-desa yang kini sudah mendapat sambutan postif dari pemerintah pusat.
“Itu juga bagus di Lampung Barat, semestinya memang semua kepala daerah begitu,” harapnya.
Mobil baca
Paralel dengan isu tersebut, Anggota DPRD Provinsi Lampung Ade Utami Ibnu mengaku prihatin dengan kurangnya minat baca di tengah masyarakat provinsi setempat.
Karena itu, Ade pun kerap melakukan berbagai upaya, pribadi maupun kelompok dalam mendongkrak minat baca di tengah masyarakat. Salah satunya melalui program peluncuran maskot Mobil Baca Ade. Mobil baca tersebut dipakai berkeliling, menyasar tempat-tempat keramaian, khususnya setiap Sabtu dan Minggu.
“Anak-anak di Kota Bandarlampung diajak untuk aktif membudayakan literasi sejak dini. Dengan diajak membaca dan menulis harapannya mereka memiliki karakter dan lebih berpengetahuan,” kata Ade Utami Ibnu, beberapa waktu lalu.
Namun di tengah pandemic, rutinitas mobil baca cenderung menurun. Karena ada pembatasan kegiatan di masyarakat.
“Pandemi Covid-19 bukan menjadi halangan untuk anak-anak mendapatkan ilmu pengetahuan. Kami tetap bergerak namun skalanya saja yang dibatasi,” tegasnya.
Legislator asal PKS itu pun kerap menggandeng para pegiat literasi Lampung dalam rangka mendorong pemerintah provinsi setempat untuk bisa bekerja lebih baik lagi dalam meningkatkan minat baca di tengah masyarakat.
Masih sejalan dengan upaya itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung, Ratna Dewi mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berupaya maksimal dalam meningkatkan minat baca masyarakat, terutama anak. Berbagai program pun digulirkan di provinsi yang memiliki motto Sang Bumi Ruwai Jurai atau satu bumi dua jiwa itu.
Menurutnya, minat baca harus diterapkan kepada anak-anak sejak usia dini, sehingga akan berdampak pada tumbuh kembang dan terbiasa gemar membaca sejak usia dini, terlebih di masa pandemi.
“Agar anak usia dini tertarik untuk membaca. Nanti akan kita cetak buku lokal hasil lomba anak daerah,” cetusnya, belum lama ini.
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung juga disebutnya memiliki layanan anak yang berisi atraksi, seperti mendongeng dan menonton film edukasi yang dapat meningkatkan minat baca.
“Ada atraksi yang membuat anak happy. Seperti dongeng dan nonton film pendidikan yang disesuaikan dengan keinginan anak. Sehingga anak betah datang ke perpustakaan,” ucapnya.
Ratna juga mengklaim pihaknya memiliki delapan unit mobil layanan keliling yang digunakan untuk menjangkau para pembaca di daerah pelosok yang jauh dari perpustakaan.
“Kita menjangkau daerah terpencil atau desa. Ada mobil layanan keliling untuk menjangkau desa yang masih bisa dilintasi mobil. Kabupaten/kota juga punya, tapi tidak banyak, jadi kita bantu,” terangnya.
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung juga dilaporkan telah menyediakan buku-buku yang bisa dibaca menggunakan aplikasi yang tersedia e-Perpus Lampung.
“Aplikasi tersebut telah diluncurkan pada Desember 2020. Saat ini, koleksi e-book di e-Perpus Lampung mencapai 993 judul dan tahun ini akan ditambah lagi 822 judul,” paparnya.
Aplikasi e-Perpus Lampung dapat diakses melalui laptop, komputer ataupun smartphone. Melalui laptop, pembaca dapat mengunjungi laman https://kubuku.id/perpusda-provinsi-lampung. Sedangkan melalui ponsel pintar aplikasi tersebut dapat diunduh melalui layanan google playstore.
Bantuan Pusat
Sebelumnya, dikabarkan bahwa pemerintah pusat juga akan mengucurkan dana Rp10 miliar pada 2022 untuk mendukung program literasi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (Lambar) dalam rangka membangun pilot project transformasi perpustakaan di kawasan setempat.
Dukungan pemerintah pusat itu disampaikan Kepala Perpustakaan RI Muhammad Sarif Bando saat video conference dengan Bupati Lambar Parosil Mabsus di kediaman pribadinya, Pekon (Desa) Purawiwitan, Kecamatan Kebuntebu, akhir Juli 2021.
“Kami bangga dan akan terus mendukung Pak Bupati, dalam memperjuangkan literasi di Lampung Barat. Kita sudah siapkan aggaran Rp10 miliar untuk membantu Lampung Barat, anggarannya sudah disiapkan pak Dirjen,” ucap Sarif.
Sarif menyebut, salah satu indikator dipilihnya Lambar sebagai pilot project transformasi perpustakaan karena perkembangan literasi di wilayah setempat dianggap sangat baik dan terarah.
“Ini dilihat dari perkembangan literasi di Lampung Barat yang sudah cukup bagus, dengan adanya perpustaan pekon, dan perpustakaan berjalan,” katanya.
Bupati Lambar Parosil Mabsus menyambut baik bantuan Perpusakaan RI. Dukungan tersebut, akan dijadikan modal, pemicu untuk lebih mengembangkan literasi di Lambar.
“Dukungan ini akan kami jadikan sebagai pemupuk semangat dalam mewujudkan Lampung Barat sebagai Kabupaten Literasi,” katanya.
Parosil merencanakan akan membangun gedung perpustakaan daerah di Kecamatan Balikbukit.
“Insaallah bantuan dari Perpustakaan RI nanti akan kita bangunkan Gedung Perpustakaan Daerah, yang ada di lingkungan Sekuting Terpadu,” ucapnya.
Pada waktu yang sama, Parosil juga menceritakan proses berjalannya program literasi di Lambar. Banyak rintangan yang harus dilewati untuk mewujudkan program itu.
Mengingat, dari 15 kecamatan yang terdiri dari 131 pekon (Desa) dan lima kelurahan memiliki latar belakang budaya dan suku yang berbeda. Ada sejumlah di antaranya yang sulit untuk menanamkan kebiasaan membaca.
Akan tetapi, atas perjuangan dan kerja keras dari seluruh stakeholder, upayauntuk meningkatkan minat baca di masyarakat akhirnya menuai hasil.
“Alhamdulilah usaha dan upaya itu sedikit demi sedikit mulai membuahkan hasil. Minat baca di masyarakat kini mulai meningkat, terbukti dengan semakin manjamurnya pojok baca di setiap sudut lokasi: perkantoran, perkampungan bahkan rumah baca sudah hampir merata ada di setiap pekon,” jelasnya.
Parosil menyakini dengan meningkatnya minat baca masyarakat di Lambar, kabupaten setempat akan lebih maju dan berkembang di masa-masa yang akan datang. Semoga. (acw)
Penulis: Agung Chandra Widi
Editor: Haryo P Dwiatmoko










