Perjuangan Halimah Mencerdaskan Anak Pulau Tabuhan

  • Share

Bandarlampung–Tidak semua guru bersedia untuk mengajar di pulau kecil, apalagi bagi seorang wanita. Meski demikian, tetap ada sosok Kartini yang terpanggil hatinya untuk menjalankan tugas mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satunya adalah Halimah, guru Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) di Pulau Tabuhan, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.

Setiap Senin pagi, Halimah bersiap untuk berangkat menuju Pulau Tabuhan, dari kediamannya yang berlokasi di Dusun Sukamaju, Desa Putihdoh, Kecamatan Cukuhbalak, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.

Sebuah tas ransel berukuran sedang, berisi bekal makanan dijinjingnya. Lantas diapun pergi menuji dermaga penyebrangan, setelah sebelumnya bersalaman dengan tiga orang anaknya.

“Rumah saya tidak jauh dari dermaga, hanya berjalan beberapa menit,” kata Halimah saat diwawancarai.

Di Dermaga, Halimah menyiapkan uang Rp20 ribu, sebagai tarif perahu jukung (kapal kecil). “Kapal yang dipakai perahu kecil untuk nelayan. Bisa 10 orang penumpang,” tuturnya.

Perjalanan laut menuju Pulau Tabuhan cukup menantang. Jika cuaca baik, kapal akan sampai di tujuan sekitar satu jam.

“Tapi kalau cuaca lagi tidak bagus, bisa sampai tiga jam. Itu sering saya alami, tiga jam diatas perahu,” ucapnya.

Di atas perahu, Halimah harus siap dengan segala konsekwensinya. Mengingat, lautan setempat berada di tengah pintu masuk Teluk Semangka yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia.

“Kalau basah kuyup di kapal itu sudah biasa, memang selalu begitu setiap minggunya (setiap menyebrang). Apalagi kalau cuaca tidak bagus. Kita harus siap membuang barang-barang yang dibawa. Agar kapal aman (tidak berat),” kata wanita kelahiran 5 Juni 1987 itu.

Pengalaman terburuk sempat menimpa Halimah ketika menyebrang ke Pulau Tabuhan sekitar dua tahun lalu. Perahu yang ditumpanginya karam. Akibat ombak besar yang menghantam.

“Alhamdulillah waktu itu langsung ditolong kapal lain. Tahun kemarin juga gitu, setiap tahun pasti ada kejadiannya. Karena laut lepas, maka kalau cuaca lagi tidak bagus lebih baik ditunda dulu (menyebrangnya),” jelasnya.

Sesampainya di Pulau Tabuhan, Halimah terlebih dulu mendatangi kediaman saudaranya di Pekon (desa) Sukabanjar, Pulau Tabuhan, untuk menitipkan bekal yang dibawanya. Lantas Halimah menjalani rutinitasnya, mengar di Paud Mawar, pekon setempat.

“Saya kan Senin berangkat, Jumat pagi baru pulang. Menginapnya di tempat saudara. Jadi memang kita bawa bekal sendiri,” katanya.
Di masa pandemi seperti sekarang, Halimah hanya mengajar dua hari dalam sepekan, di Paud Mawar, pekon setempat.

Terkait materi pembelajaran, Halimah mengaku sama seperti materi pada umumnya. Pembelajaran yang diedukasikan dengan bermain anak tentu mendominasi, mengingat para siswanya yang berjumlah sekitar 20 orang mayoritas berumur antara 3-5 tahun.

BACA JUGA:   Nurhayati Subakat, Pendidikan Karakter, dan Rahasia Paragon Jadi Raksasa Kosmetik

“Apa yang deprogram dari luar, seperti tema dan lain-lain saya bawa ke sini. Karena saya kan masuk komunitas Himpunan paud Indonesia di kecamatan, setiap bulan ada rakor, kurikulim itulah yang saya bawa ke sini,” terangnya.

Menurut Halimah, Paud itu sangat penting. Sebab menjadi dasar pendidikan bagi anak usia dini.
“Disinilah pendidikan kareakter dimulai. Kita tanamkan dalam benak anak sejak awal (sejak kecil), bahwa pendidikan itu penting. Jadi mereka (siswa) bisa mengartikan saya tidak harus sampai sini sekolahnya, masih ada pendidikan di dunia luar sana yang harus dicapai,” paparnya.

Karenanya, ketika pandemi melanda dan keluar surat edaran untuk seolah secara Daring, Halimah pun telah meminta langsung pada Pemkab Tanggamus agar Paud di Pulau Tabuhan tetap bisa beroperasi.
“Di Paud cuma boleh dua hari. Kalau kita Insya allah kampung bebas covid-19. Maka saya katakana (ke pemkab) saya tanggung jawab kalau ada apa apa. Karena jangan sampai anak-anak cuma kenal gadget.

Selain mengajar di Paud Mawar, Halimah juga turut membimbing para guru Paud di tiga desa lain di Pulau Tabuhan.

Karenanya, Halimah harus berada di pulau sejak Senin hingga Jumat, untuk membimbing para guru paud di Pulau Tabuhan.

“Di sinikan ada empat pekon, setiap pekon ada Paudnya,” ujar wanita berhijab yang sudah mengajar selama tujuh tahun di pulau tersebut.

Menurut dia, para guru Paud di Pulau Tabuhan mayoritas warga desa setempat. “Rata-rata gurunya di sini pribumi asli, itupun belajarnya otodidak, seadanya. Saya hanya berbagi ilmu ke mereka (guru paud). Saya bawa metode pembelajaran dari luar ke sini,” ucapnya.

Tidak hanya itu, dalam setiap pekan, Halimah juga meluangkan waktu untuk memberikan les gratis pada para siswa Sekolah Dasar (SD), yang kini harus belajar dari rumah karena adanya covid-19.

“Sekarangkan lagi pandemi, kita tidak boleh tatap muka, sementara daring tidak memungkinkan karena tidak semua punya ponsel, signal juga jelak. Maka saya buka bimbel gratis (setiap pekan), jadi anak SD boleh belajar ke saya,” ucapnya.

Tidak hanya itu, selama sepakan berada di pulau Halimah juga turut mengisi kegiatan kemasyarakan, serta meberi keterampilan tambahan pada para ibu-ibu, khususnya wali murid di pulau setempat.

“Untuk kegiatan pekon, dari awal masuk saya buat gebrakan, saya ajak mereka senam bareng, aksesnya melalui kepala pekon. Jadi sore saya punya kegiatan dengan ibu-ibu. Terus kita beri keterampilan juga, wali muridnya kita buat kegiatan tata boga, membuat hal-hal yang bisa jadi penghasilan tambahan. Di sini semuanya belajar otodidak,” tuturnya.

BACA JUGA:   Berbagi Kebahagiaan sebagai Esensi Silaturahim Idul Fitri

Di masa mendatang, Halimah berharap, pemerintah Kabupaten Tanggamus bisa membangunkan sebuah Taman Kanak-kanak (TK) di pulau dengan penduduk berjumlah seribuan warga itu. Sebab saat ini, meski telah ada empat Paud di masing-masing pekon, namun belum ada satu pun TK.

“Harapannya ada satu saja TK untuk semua murid di pulau ini,” ujarnya.

Meski demikian, Halimah bersyukur, pemerintah Kabupaten Tanggamus cukup memperhatikan pembangunan di pulau setempat. “Akses jalan sudah dibeton semua,” ujarnya.

Namun, sambung dia, ada wilayah terpencil di tepi bukit di pulau setempat yang sulit untuk dijamah, bernama Pedukuhan atau Desa Karangbuah.

“Akses jalannya ekstrim. Lokasinya ada di bukit, jadi kita harus lewat jalan setapak, jalan satu jam keatas dengan motor, dibawahnya jurang bawah laut. Bayangkan, di situ siang hari (sekitar jam 12 siang) masih seperti subuh, kabutnya tebal,” tuturnya.

Sebelum covid-19 merebak, Halimah kerap datang ke desa itu, memberi membekalan pada para guru, sekaligus membantu proses pengajaran di Paud desa setempat.

“Saya ke pedukuhan pakai jadwal, karena jalan setapak naik motor dibawa warganya. Untuk yang kemarin saya jadwal sebulan minimal dua kali naik keatas. Tapi inikan pandemi, sekolah dibatasi. Selama pandemi ini tidak sama sekali,” ucapnya.

Meski telah tujuh tahun mengajar di pulau (sejak 2014), dan rela meningkalkan ketiga anaknya demi misi mencerdaskan kehidupan bangsa, namun tak terbersit di benak Halimah untuk pension dari tugas mulia itu.

“Senang saja bisa berbaur dengan warga di pulau ini. Mereka bisa menerima saya dengan baik, dan saya sadari masih banyak yang membutuhkan di pulau ini (pengajaran darinya),” jelasnya.

Terlebih, sang suami yang kini sedang bekerja di luar kota merestui pekerjaan mulia yang telah dilakoni sang istri.

“Alhamdulillah suami dukung. Anak-anak juga sudah mengerti akan tugas ibunya. Kalau dulu, anak saya yang nomor dua sering saya bawa ke pulau, ikut belajar di sini juga,” ucapnya.

Kini, setiap Halimah berangkat ke Pulau anak-anaknya dititipkannya pada saudaranya, termasuk anak bungsunya yang sekarang berumur empat tahun.

Bicara soal honor, tidak sebanding dengan kocek yang harus dikeluarkan Halimah selama sepekan berada di Pulau Tabuhan (Senin-Jumat).
Sebab statusnya di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanggamus hanyalah honorer dengan SK Kepala Dinas Pendidikan di kabupaten setempat. “Honor saya itu (dari pemkab) cuma Rp230 ribu (per bulan),” sebutnya.

BACA JUGA:   Diikuti Ratusan Pelajar, PMI Kota Batam Gelar Orientasi PMR Secara Virtual

Sementara untuk biaya transportasi (naik kapal), Halimah mendapat honor dari biaya operasional sekolah yang dibayarkan setiap enam bulan sekali.
“Kalau dulu itu setahun sekali, sekarang per enam bulan. Itu dari pengelola Paud, kisarannya tidak menentu. Kadang dikasih Rp1 juta per enam bulan (Rp166 ribu/bulan),” jelasnya.

Selain itu, Halimah mendapat insentif dari dana Desa Sukabanjar, berkisar Rp300 ribu setiap bulannya. Jika ditotal, setiap bulannya Halimah hanya mendapat Rp696 ribu.

Sementara setiap pekan saja, Halimah harus mengeluarkan kocek Rp40 ribu untuk ongkos kapal, ditambah lagi uang makan yang ditaksir Rp180 ribu (Rp30 ribu/hari) selama sepekan. Maka setidaknya, minimal Halimah harus mengeluarkan Rp880 ribu setiap bulannya, untuk pengeluarannya selama mengajar di Pulau Tabuhan.

“Ya kalau dihitung antara honor yang saya dapat dengan pengeluaran tidak ketemu. Tapi kan bukan itu yang saya cari, yang penting saya bisa berbagi, minimal berbagi ilmu untuk warga di sini,” ucapnya.
Dedikasi Halimah dalam mencerdaskan kehidupan anak bangsa di Pulau Tabuhan mendapat antusiasme banyak pihak.

Bahkan, Halimah sempat mendapat penghargaan Inspiratif Cindar Bumi Pejuang Pendidikan, PWI Provinsi Lampung tahun 2021.

Bupati Tanggamus Dewi Handajani pun terpanggil hatinya, untuk turut memberi penghargaan dan tali asih pada Halimah pada Kamis (11-2-2021).
Dewi mengungkapkan apresiasinya pada Halimah yang telah mendedikasikan diri mengajar di Pulau Tabuan. Dewi sangat paham, kondisi alam untuk menuju tempat tersebut tidak mudah, namun Halimah tetapi semangat untuk memberikan pengabdiannya di daerah terpencil.

“Beliau inipun (Halimah) pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) kemarin telah mendapatkan penghargaan dari PWI, terkait dengan pengabdian beliau. Otomatis kami dari Pemkab Tanggamus juga wajib, memberikan penghargaan karena dampaknya yang dirasakan atas pengabdian beliau ini juga dirasakan oleh anak anak kita yang ada di Pulau Tabuan,” kata Dewi.

Dewi berharap Halimah bisa menjadi contoh untuk guru-guru lainnya, dalam memberikan pengabdian terbaiknya.

“Walau medan yang dilalui cukup berat, tetapi beliau ini tetap terus semangat untuk memberikan pengabdian tanpa kata menyerah,” ucap Dewi.
“Ibu Halimah juga menjadi role model guru berprestasi dan memberikan inspirasi dan motivasi bagi guru guru lainnya yang ada di Kabupaten Tanggamus,” sambungnya.(acw)

Penulis: Agung Chandra Widi

Sumber artikel asli: http://gwppindonesia.id/index.php/berita/indeksberita/72-perjuangan-halimah-mencerdaskan-anak-pulau-tabuhan

  • Share